KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kepada Allah SWT, atas Rahmat dan
Hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas
terstruktur yang diberikan Dosen pengajar mata kuliah Pengantar Ekonomi,
Jurusan Perbankan Syari’ah Fakultas Ekonomi Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim – Malang.
Makalah ini masih belum
sempurna disebabkan karena terbatasnya kemampuan pengetahuan baik teori maupun praktek.
Dengan demikian, Saya sangat mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca guna memperbaiki dan menyempurnakan panulisan makalah
ini.
Kiranya yang Maha Kuasa tetap
menyertai kita sekalian, dengan harapan pula agar karya ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Malang, 6 Desember 2012
Penulis
Fajar Sholeh
DAFTAR
ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Globalisasi adalah sebuah era yang tidak dapat dihindarkan. Saat ini,
semua bangsa sedang bersaing untuk menjadi yang terdepan dalam era persaingan.
Berbicara tentang persaingan antara bangsa, tentu saja setiap bangsa dituntut
untuk memiliki daya saing yang tinggi. Bangsa yang memiliki daya saing tinggi
ditandai dengan kemampuan sumber daya manusia (SDM) yang andal, penguasaan
pengetahuan yang tinggi, dan penguasaan perekonomian global.
Berdasarkan Global Competitiveness Report (2006) yang dikeluarkan World
Economic Forum (WEF), Indonesia menempati peringkat ke-50. Kita bandingkan dengan
beberapa negara tetangga, antara lain Singapura (5), Malaysia (26) dan Thailand
(35).
Berdasarkan Human Development Report (2006) yang dikeluarkan UNDP, posisi
Indonesia dalam hal kualitas SDM (human development index) adalah peringkat
ke-108 dari 177 negara. Bandingkan dengan beberapa negara tetangga, yaitu
Singapura (25), Brunei Darusallam (34), Malaysia (61), Thailand (74), Filipina
(84), Vietnam (109), Kamboja (129), Myanmar (130), Laos (133), dan Timor Leste
(142). Data tersebut menunjukkan bahwa daya saing Indonesia belum sesuai dengan
harapan. Kemerdekaan yang sudah berlangsung lebih dari 61 tahun belum mampu
memberikan kesejahteraan kepada rakyat Indonesia. Ini adalah hasil dari sistem
yang buruk.
Yang menjadi faktor utama lemahnya kinerja dan profesionalisme pekerja Indonesia
adalah upah. Bicara soal upah minimum saja, Indonesia masih jauh lebih rendah
dibanding Malaysia dan Filipina, jika kondisinya kemudian dibalik, dimana Indonesia
mampu memberikan upah yang layak dan memberikan kesejahteraan yang lebih baik
dari Malaysia dan Filipina, maka kualitas dan daya saing pekerja Indonesia akan
jauh lebih baik dari kedua negara itu.
Hal ini bisa dilihat dari tingginya tingkat permintaan negara luar
terhadap pekerja (TKI) asal Indonesia. Kondisi ini menempatkan Indonesia
sebagai pemasok tenaga kerja terbesar ke sejumlah negara ASEAN.
B.
Perumusan Masalah
1.
Bagaimana membangun
ketenagakerjaan Indonesia ?
2.
Apa saja tugas pemerintah
dalam ketenagakerjaan Indonesia ?
C.
Ruang Lingkup Masalah
Permasalahan ini tentang tema ketenagakerjaan Indonesia. Data yang
didapat bersumber dari data primer maupun data sekunder yang telah dikembangkan
oleh penulis.
D.
Tujuan Dan Kegunaan
Penelitian
Tujuan dan kegunaan
penelitiaan ini adalah sebagai sumbangsih untuk pemikiran ataupun rujukan dari
peneliti selanjutnya. Kegunaanya digunakan sebagai bahan pembanding penelitian
yang terdahulu, sekarang dan akan datang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Ketenagakerjaan
1.
Ruang Lingkup
Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan diatur dalm Undang-Undang No. 13 Tahun 2003,
yang diundangkan pada Lembaran Negara Tahun 2003 No. 39 pada tanggal 25 Maret
2003, dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan itu.
Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian dari integral dari
pembangunan nasional berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI
Tahun 1945, dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya untuk meningkatkan harkat,
martabat, dan harga diri tenaga kerja serta mewujudkan masyarakat sejahtera,
adil, makmur, dan merata, baik materiil maupun spiritual (penjelasan umum atas
UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).
UU No. 13 Tahun 2003 ini kiranya diusahakan sebagai peraturan
yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup pengembangan sumber daya
manusia, peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja Indonesia, upaya
perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan tenaga kerja, dan pembinaan
hubungan industrial.
Ketenagakerjaan menurut pasal 1 UU No. 13 Tahun 2003 adalah:
“segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada
waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.”
Hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum
masa kerja, misalnya adalah kesempatan kerja, perencanaan tenaga kerja dan
penempatan tenaga kerja, sedangkan hal sesudah masa kerja, misalnya adalah
masalah pensiun.
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu malakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan / atau jasa, baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pengertian tenaga kerja ini lebih
luas dari pengertian pekerja/buruh karena pengertian tenaga kerja mencakup
pekerja/buruh, yaitu tenaga kerja yang sedang terikat dalam suatu hubungan
kerja dan tenaga kerja yang belum bekerja. Pekerja/buruh adalah setiap orang
yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dengan kata
lain, pekerja/buruh adalah tenaga kerja yang sedang dalam ikatan hubungan
kerja.
2.
Arah Pembangunan Ketenagakerjaan
Sebagian besar manusia di muka bumi Indonesia menyadari bahwa
dalam pelaksanaan pembangunan nasional, tenaga kerja memiliki peran dan
kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku (actor) dalam pembangunan. Sejalan
dengan itu, pembangunan ketenagakerjaan diarahkan untuk meningkatkan kualitas
dan kontribusinya dalam pembangunan serta melindungi hak dan kepentingannya
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Pembangunan ketenagakerjaan
diselenggarakaan atas asas keterpaduan dan kemitraan. Oleh karena itu,
sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
1997 tentang Ketenagakerjaan yang telah dilakukan perubahan melalui Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2000 bahwa pembangunan
ketenagakerjaan bertujuan untuk:
1.
Memberdayakan dan
mendayagunakan tenaga kerja secara optimum,
2.
Menciptakan pemerataan
kesmpatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan nasional,
3.
Memberikan perlindungan
bagi tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraannya,
4.
Meningkatkan kesejahteraan
tenaga kerja dan keluarganya.
Dalam pembangunan ketenagakerjaan, pemerintah diharapkan
dapat menyusun dan menetapkan perencanaan tenaga kerja. Perencanaan tenaga
kerja dimaksudkan agar dapat dijadikan dasar dan acuan dalam penyusunan
kebijakan, strategi dan implementasi program pembangunan ketenagakerjaan yang
berkesinambungan. Penyusunan perencanaan tenaga kerja disusun atas dasar
informasi ketenagakerjaan yang harus disusun minimum meliputi:
1.
Penduduk dan tenaga kerja,
2.
Kesempatan kerja,
3.
Pelatihan kerja,
4.
Produktivitas tenaga kerja,
5.
Hubungan industrial,
6.
Kondisi lingkungan kerja,
7.
Pengupahan dan
kesejahteraan tenaga kerja.
Informasi ketenagakerjaan diperoleh dari seluruh pihak yang
terkait, baik dari instansi pemerintah maupun instansi swasta. Tata cara
memperoleh informasi ketenagakerjaan dan penyusunan serta pelaksanaan
perencanaan tenaga kerjadisusun secara ilmiah dan objektif.
3.
Hubungan Kerja
Sebagai bukti terjalinnya hubungan kerja antara pengusaha
dengan tenaga kerja harus dibuat perjanjian kerja yang mempertimbangkan hal-hal
berikut:
a.
Kemauan bebas tenaga kerja
dan pengusaha
b.
Kemauan atau kecakapan
tenaga kerja dan pengusaha
c.
Adanya pekerjaan yang
dijanjikan
d.
Pekerjaan yang dijanjikan
tidak bertentangan dengan ketertiban umum kesusilaan, dan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
4.
Hubungan Industrial
Hubungan industrial merupakan suatu sistem hubungan yang
terbentuk antara pelaku dalam proses produksi barang atau jasa, yaitu pekerja,
pengusaha dan pemerintah diarahkan untuk menumbuhkembangkan hubungan yang harmonis
atas dasar kemitraan yang sejajar dan terpadu diantara para pelaku dalam proses
produksi barang atau jasa yang didasarkan atas nilai-nilai dalam sila-sila
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
5.
Perlindungan,
Pengupahan dan Kesejahteraan
Setiap pengusaha wajib memberikan perlindungan pengupahan
standar terhadap tenaga kerja melalui penetapan upah minimum regional.
Pengusaha juga diwajibkan meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya
dengan menyediakan fasilitas kesejahteraan dan memperhatikan kebutuhan pekerja
sesuai kemampuan perusahaan.
6.
Pelatihan Kerja
Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali,
meningkatkan dan mengembangkan keterampilan atau keahlian kerja guna
meningkatkan kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan tenaga kerja.
Pelatihan kerja
dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha, baik
didalam maupun diluar hubungan kerja yang pelaksanaannya berdasarkan program
pelatihan yang mengacu pada standar kualifikasi keterampilan atau keahlian yang
pelaksanaannya dilakukan secara berjenjang, berkait dan berlanjut.
7.
Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja
Pelayanan penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan
tenaga kerja yang tepat pada pekerjaan yang tepat sesuai dengan keterampilan, keahlian,
dan kemampuan. Pelayanan penempatan tenaga kerja tersebut dilaksanakan dengan
memperhatikan harkat, martabat, perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerja
tanpa diskriminasi.
8.
Tenaga Kerja di
Dalam Hubungan Kerja Sektor Informal Dan di Luar Hubungan Kerja
setiap tenaga kerjayang bekerja didalam hubungan kerja sektor
informal dan di luar hubungan kerja berhak memperoleh jaminan sosial tenaga
kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain
berhak memperoleh jaminan sosial tenaga kerja, tenaga kerja juga berhak
memperoleh keselamatan kerja dalam melakukan pekerjaan.
B.
Tugas Pemerintah Dalam
Ketenagakerjaan
Pemerintah menurut UU No. 13 Tahun 2003 mempunyai tugas:
1.
Perencanaan tenaga kerja
2.
Perluasan kesempatan kerja
3.
Pembinaan, dan
4.
Pengawasan
Tugas pemerintah ini kiranya sesuai dengan fungsinya seperti
yang tercantum pada pasal 102 ayat 1 UU No. 13 Tahun 2003, yaitu:
·
Menetapkan kebijakan
·
Memberikan pelayanan
·
Melaksanakan pengawasan
·
Melakukan penindakan
terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
1.
Perencanaan Tenaga
Kerja
Dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan, pemerintah
menetapkan kebijakan dan menyusun perencanaan tenaga kerja melalui pendekatan
perencanaan tenaga kerja nasional, daerah dan sektoral, yaitu pendekatan secara
makro (penjelasan pasal 7 UU No. 13 Tahun 2003).
Perencanaan tenaga kerja makro ini dijadikan pedoman dalam
penyusunan kebijakan, strategi, dan pelaksanaan program pembangunan
ketenagakerjaan yang berkesinambungan.
Perencanaan tenaga kerja meliputi:
·
Perencanaan tenaga kerja
makro, dan
·
Perencanaan tenaga kerja
mikro.
Perbedaan dari perencanaan tenaga kerja makro dan mikro ini
terletak dari ruang lingkupnya, yaitu bagi perencanaan tenaga kerja makro ruang
lingkupnya adalah secara nasional, daerah maupun sektoral, sedangkan bagi
perencanaan tenaga kerja mikro, ruang lingkupnya adalah sebatas instansi, baik
instansi pemerintah maupun swasta.
2.
Perluasan Tenaga
Kerja
Pasal 41 UU No. 13 Tahun 2003 menetapkan bahwa pemerintah menetapkan
kebijakan ketenagakerjaan dan perluasan tenaga kerja. Pengawasan atas
pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan dan perluasan kesempatan kerja ini
dibebankan bukan hanya kepada pemerintah saja, tetapi diharapkan dari
masyarakat, karena itu dibentuk badan koordinasi yang beranggotakan unsur
pemerintah dan unsur masyarakat.
Pemerintah bertanggung jawab mengupayakan perluasan tenaga
kerja, baik didalam maupun di luar hubungan kerja. Tanggung jawab perluasan
kesempatan kerjaaada pada pemerintah, tetapi masyarakat juga didorong untuk
ikut mengupayakan perluasan kesempatan kerja ini. Karena itu, diharapkan
lembaga keuangan, baik perbankan maupun non perbankan, dan dunia usaha perlu
membantu dan memberikan kemudahan bagi setiap kegiatan masyarakat yang dapat
menciptakan atau mengembangkan perluasan kesempatan tenaga kerja. Semua
kebijakan pemerintah, baik pusat maupun daerah di setiap sektor diarahkan untuk
mewujudkan perluasan kesempatan kerja.
3.
Pembinaan
Penjelasan pasal 173 menjelaskan bahwa pembinaan adalah “
kegiatan yang dilakukan secara berdaya guna dan berhasil guna untuk memperoleh
hasil yang lebih baik untuk mengembangkan dan meningkatkan seua kegiatan yang
berhubungan dengan ketenagakerjaan”. Pembinaan dilakukan oleh pemerintah secara
terpadu dan terkoordinasi dengan mengikutsertakan organisasi pengusaha, serikat
pekerja/serikat buruh, dan organisasi profesi terkait.
Pemerintah melakukan pembinaan terhadap unsur-unsur dan
kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan. Pasal 29 UU No. 13 Tahun 2003
menentukan bahwa pemerintah pusat dan/atau daerah melakukan pembinaan pelatihan
kerja dan pemagangan yang ditujukan untuk peningkatan:
-
Relevansi,
-
Kualitas,
-
Efisiensi penyelenggaraan
tenaga kerja, dan
-
Produktivitas.
Peningkatan produktivitas dilakukan melalui pengembangan
budaya produktif, etos kerja, teknologi, dan efisiensi kegiatan ekonomi, menuju
terwujudnya produktivitas nasional.
Lembaga produktivitas nasional dibentuk dalam rangka
meningkatkan produktivitas. Lembaga produktivitas berbentuk jejaring
kelembagaan pelayanan peningkatan produktivitas, yang bersifat lintas sektor
maupun daerah.
4.
Pengawasan
Pengawasan ketenagakerjaan adalah kegiatan mengawasi dan
menegakkan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Tugas pengawasan ketenagakerjaan dilakukan oleh pegawai pengawas
ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan independen guna menjamin
pelaksanaan peraturan perundang-undang ketenagakerjaan.
Pegawai pengawas ketenagakerjaan ditetapkan oleh mentri
tenaga kerja atau pejabat yang ditunjuk. Pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan
diatur dengan keputusan Presiden. Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh
unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota.
Unit kerja pelaksana pengawasan ketenagakerjaan mempunyai dua
kewajiban berikut:
1.
Wajib menyampaikan laporan
pelaksanaan pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri Tenaga Kerja, khusus bagi
unit kerja pada pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
2.
Wajib merahasiakan segala
sesuatu yang menurut sifatnya patut dirahasiakan dan tidak menyalahgunakan
kewenangannya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
pembangunan ketenagakerjaan adalah:
1.
Memberdayakan dan
mendayagunakan tenaga kerja secara optimum,
2.
Menciptakan pemerataan
kesmpatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan
pembangunan nasional,
3.
Memberikan perlindungan
bagi tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraannya,
4.
Meningkatkan kesejahteraan
tenaga kerja dan keluarganya.
Dan tugas pemerintah dalam ketenagakerjaan yang sesuai dengan
UU No.13 Tahun 2003 adalah:
1.
Perencanaan tenaga kerja
2.
Perluasan kesempatan kerja
3.
Pembinaan, dan
4.
Pengawasan.
B.
Saran
Disharmoni hubungan industrial yang terjadi antara perusahaan
dan pekerja/buruh merupakan salah satu permasalahan ketenagakerjaan di
indonesia yang sangat kompleks, sehingga melahirkan berbagai konsekuensi serta
biaya sosial dan ekonomi yang harus ditanggung oleh seluruh bangsa indonesia.
Kita perlu sadari bahwa membangun tenaga kerja yang divergen memerlukan
integritas manajemen dan profesionalisme yang mumpuni, dengan begitu tenaga
kerja menjadi sumber daya manusia yang memiliki keunggulan komparatif pada
level kompetisi yang semakin selektif. Untuk menjadikan itu semua perlu
antisipasi melalui proses pembelajaran dan pengalaman yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
-
DR.B.Siswanto
Sastrohadiwiryo. 2005. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Pendekatan
Administratif dan Operasional. Penerbit PT Bumi Aksara.
-
Hardijan Rusli. 2011. Hukum
ketenagakerjaan berdasarkan UU No.13/2003 tentang ketenagakerjaan dan peraturan
terkait lainnya. Edisi kedua. Penerbit Ghalia Indonesia.
-
Sagir, Suharsono. 1985. Motivaasi
dan Disiplin Kerja Karyawan untuk Meningkatkan Produktivitas dan Produksi
(Seri Produktivitas II).
-
Tunggal, Imam Sjahputra dan
Tunggal, Amin Wijaya. 1998. Peraturan Perundang-Undangan Ketenagakerjaan
Baru di Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar